Minggu, 06 Oktober 2019

Pengelolaan Manajemen Risiko Likuiditas pada Bank Syariah


Description: Hasil gambar untuk lambang IAIN batusangkar
MAKALAH
MANAJEMEN RESIKO BANK

Tentang
“Pengelolaan Manajemen Risiko Likuiditas pada Bank Syariah”


Oleh :
Adek Mutia (1730401004)
adekmutiafebiiainbatusangkar.blogspot.com


Dosen Pengampu:
Ifelda Nengsih, SEI, MA


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2019




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar belakang
            Sebagai lembaga keuangan dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan yag mengalami perkembangan pesat, bank syariah akan selalau berhadapan dengan berbagai jenis resiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya. Resiko dalam konteks perbankan merupakan sutu kejian yang potensial, baik yang dapat diperkirakan maupun yang tidak dapat diperkirakan yang berdampak negative terhadap pendapatan dan permodalan bank. Resiko tersebut tidak dapat dihindari tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Salah satu resiko yang dihadapi oleh dunia perbankan adalah resiko likuiditas. Oleh karena itu sebagaiaman lembaga perbankan pada umumnya bank syariah juga memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan dalam mengendaliakan dan mengelola resiko yang akan timbul, baik resiko likuidtas maupun resiko yang lainya.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian risiko likuiditas?
2.    Bagaimana penerapan manajemen risiko di bank syariah?
3.    Bagaimana sistem pengendalian internal?

C.      Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahui pengertian risiko likuiditas.
2.    Untuk mengetahui bagaimana penerapan manajemen risiko di bank syariah.
3.    Untuk mengetahui bagaimana sistem pengendalian internal.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Risiko Likuiditas
          Risiko adalah sebagai konsekuensi atas pilihan yang mengandung ketidak pastian yang berpotensi mengakibatkan hasil yang tidak diharapkan atau dampak negative lainya yang merugikan bagi yang mengambil keputusan (Wahyudi,  2013, hal. 4).
Likuiditas didefinisikan sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk melunasi seluruh liabilitas jangka pendeknya, yaitu liabilitas yang jatuh tempo kurang dari satu tahun (Wahyudi,  2013, hal. 211).
Risiko Likuditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang atau tidak  mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo (Indroes, 2008, hal. 4)
Islamic financial service board (IFBS) mendefinisikan risiko likuiditas sebagai potensi kerugian yang dapat dialami oleh bank islam karena ketidakmampuannya memenuhi liabilitasnya yang telah jatuh tempo atau ketidakmampuan bank islam dalam mendanai peningkatan asetnya dengan biaya yang relatif murah dan tanpa adanya kerugian berarti yang diderita.
Sementara itu, BI melalui PBI Nomor 13/23/PBI/2011 mendefisinikan risiko likuiditas sebagai risiko akibat ketidakmampuan bank memenuhi liabilitas yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau asset likuid berkualitas tinggi yang dapat digunakan, tanpa mengganggu aktivitas dan keuangan bank.
Likuiditas penting bagi bank untuk menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari, mengatasi kebutuhan dana yang mendesak, memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik dan menguntungkan. Likuiditas yang tersedia harus cukup, tidak boleh terlalu kecil sehingga mengganggu kebutuhan operasional sehari-hari, tetapi juga tidak boleh terlalu besar karena akan menurunkan efisiensi dan berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas (Muhammad, 2010,  hal.311).

B.  Penerapan Manajemen Risiko Bank
          Penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas bagi bank syariah, baik secara individual maupun bagi bank secara konsolidasi dengan anak perusahaan. Mencakup hal-hal sebagai sebagai berikut :
1.    Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan DPS
     Setiap bank selalu wajib menerapkan manajemen risiko serta penerapan beberapa hal dalam tiap aspek aktif dewan komisaris dan direksi sebagai berikut :
a.       Kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi
1)   Dewan komisaris dan direksi memastikan telah sesuai dengan tujuan strategis, skala, karakteristik bisnis dan profil likuiditas bank syariah, termasuk memastikan integrasi penerapan manajemen resiko untuk likuiditas dan risiko lainnya.
2)  Wewenang dan tanggung jawabnya yaitu melakukan persetujuan dan evaluasi berkala mengenai kebijakan setidaknya satu kali dalam satu tahun dan strategi untuk risiko likuiditas termasuk rencana pendanaan darurat.
3)      Wewenang dan tanggung jawab direksi, setidaknya meliputi :
a)  Memanatau posisi dan risiko likuiditas secara berkala, baik dlam keadaan normal maupun tidak menguntungkan.
b)     Melakukan evaluasi satu bulan sekali
c)     Melakukan evaluasi segera pada liquidity gap
d)   Melakukan penyesuaian kebijakanterhadapp hasil evaluasi pada posisi risiko likuiditas
e)  Menyampaikan laporan kepada dewan komisaris mengenai posisi risiko likuiditas serta hal lain mencakup kebijakan,strategi,dan prosedur baik kondisi secara berkala maupun yang signifikan.
4)      Wewenang dan tanggung jawab DPS
a)   Mengevaluasi atas kebijakan terutama aspek yang terkait pemenuhan prinsip syariah
b)  Mengevaluasi pertanggung jawaban direksi manajemen risiko khususnya likuiditas sesuai dengan prinsip syariah
b.    Sumber Daya Insani
Setiap fungsi atau unit memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan risiko likuiditas dengan kompetensi yang memadai antara lain ALCO,treasury.
c.    Organisasi Manajemen Risiko Likuiditas
Bank syariah wajib memiliki komite pengelolaan likuiditas yang bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan likuiditas bank syariah, antara lain seperti ALCO.

2.    Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit
a.    Strategi manajemen resiko
Pentingnya penyusunan strategi untuk meminimalisir kemungkinan ketidakmampuan bank dalam memperoleh pendanaan arus kas
b.    Tingkat resiko yang akan diambil dan toleransi risiko
1) Tingkat resiko yang diambil tercermin dari aset dan kewajiaban serta strategi gapping yang dilakuka n oleh bank syariah.
2)    Toleransi risiko menggambarkan tingkat risiko likuiditas yang akan diambil bank, yang ditentukan komposisi alat likuiditas dan sumber pendanaan baik untuk saat ini maupun masa yang akan datang.
c.    Kebijakan dan prosedur
1)   Kebijakan mengenai manajemen risiko termasuk strategi dan limit harus sejalan dan sesuai dengan visi,misi, strategi bisnis dan tingkat risiko yang akan diambil. Jadi harus didukung oleh kecukupan permodalan dan kemampuan SDM serta memperhatikan kapasitas pendanaan bank syariah secara keseluruhan.
2)      Kebijakan dan prosedur
a)     Mencakup tugas dan fungsi masing-masing unit dan fungsi yang terlibat antara lain dewan komisaris, direksi, audit internal, SKMR, ALCO, treasury dan sebagainya.
b)   Kebijakan mengenai ALCO termasuk keanggotaan, kualifikasi anggota, tugas dan tanggung jawab serta frekuensi pertemuan.
c)   Kebijakan dan prosedur pengelolaan likuiditas meliputi : komposisi aset dan kewajiban, tingkat aset yang dipelihara, penetapan jenis dan alokasi aset likuiditas tinggi, diversifikasi dan stabilitas sumber pendanaa, manajemen likuiditas pada berbagai sumber pendanaan, manajemen likuiditas harian, limit risiko likuiditas.
d)   Penetapan indikator internal dan eksternal untuk peringatan dini untuk risiko likuiditas sebagai alat identifikasi permasalahandan penentuan mitigasi risiko likuiditas.
e)  Metode pengukuran risiko likuiditas dan stress testing risiko harus sesuai dengan strategi pengelolaan
f) Diperlukannya sistem yang memadai untuk identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko likuiditas termasuk pelaporan likuiditas
g) Rencana pendanaan darurat mencakup metode yang digunakan untuk memperoleh pendanaan pada situasi krisis. Dan ALCO wajib mengkaji dan memutakhirkan rencana pendanaan untuk memastikan evektivitas rencana pendanaan darurat tersebut.
d.   Limit
1)  Limit risiko likuiditas harus konsisten dan relevan dengan bisnis bank syariah, kompleksitas kegiatan usaha, toleransi risiko, karakteristik produk, valuta, pasar di mana bank syariah tersebut aktif melakukan transaksi, data historis.
2)  Kebijakan mengenai limit diterapkan secara konsisten untuk mengelola risiko likuiditas, antara lain untuk membatasi gap pendanaan pada berbagai jangka waktu dan/atau membatasi konsentrasi sumber pendanaan,instrumen, atau segmen pasar tertentu.
3)    Limit risiko meliputi mismatch arus kas baik dari jangka pendek maupun jangka panjang. Penetapan limit tidak hanya digunakan likuiditas harian pada kondisi normal tetapi juga kondisi krisis (Iying, 2017, hal. 11)

3.   Proses Identifikasi, Pengukuran dan Pemantauan
Bank syariah melakukan penerapan manajemen resiko melalui proses identifikasi, pengukuran dan pemantauan selain itu bank syariah juga perlu menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap proses dimaksud, sebagai berikut :
a.       Identifikasi resiko likuiditas
1) Dalam rangka melakukan identifikasi resiko likuiditas, bank syariah harus melakukan analisis terhadap seluruh sumber resiko likuiditas. Sumber resiko likuiditas yaitu produk dan akitvitas bank yang mempengaruhi sumber dan penggunaan dana, baik pada posisi aset dan kewajiban maupun rekening administratif; dan resiko-resiko lain yang dapat meningkatkan resiko likuiditas, misalnya resiko kredit, resiko pasar, dan resiko operasional.
2)    Analisis dilakukan untuk mengetahui jumlah dan tren kebutuhan likuiditas serta sumber pendanaan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
3)   Bank syariah harus melakukan analisis terhadap eksposur resiko lainnya yang dapat meningkatkan resiko likuiditas, antara lain resiko pasar, resiko kredit, resiko operasional, dan resiko hukum. Pada umumnya, resiko likuiditas seringkali ditimbulkan oleh kelemahan atau permasalahan yang ditimbulkan oleh resiko lain sehingga identifikasi resiko harus mencakup pula kaitan antara likuiditas dengan resiko lainnya.
b.      Pengukuran resiko likuiditas
1)    Bank syariah wajib memiliki alat pengukuran yang dapat menguantifikasi resiko likuiditas secara tepat waktu dan komprehensif.
2)    Alat pengukuran sebagaimana dimaksud pada angka (1) harus dapat digunakan untuk mengukur resiko likuiditas yang ditimbulkan oleh aset, kewajiban dan rekening administratif.
3)  Alat pengukuran harus dapat mengukur eksposur resiko inheren, antara lain komposisi aset, kewajiban, dan TRA; konsentrasi aset dan kewajiban; dan kerentanan pada kebutuhan pendanaan.
4)     Alat pengukuran tersebut setidaknya meliputi hal-hal sebagai berikut :
a)   Rasio likuiditas, yaitu rasio keuangan yang menggambarkan indikator likuiditas atau mengukur kemampuan bank syariah untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.
b) Profil maturitas, yaitu pemetaan posisi aset, kewajiban, dan rekening administratif ke dalam skala waktu tertentu berdasarkan pada sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo.
c)    Proyeksi arus kas, yaitu proyeksi seluruh arus kas masuk dan arus kas keluar, termasuk kebutuhan pendanaan untuk memenuhi komitmen dan kontingensi pada TRA.
d)  Stress testing, yaitu pengujian terhadap kemampuan bank syariah untuk memenuhi kebutuhan likuiditas pada kondisi krisis dengan menggunakan skenario stress secara spesifik pada bank syariah maupun stress pada pasar.
5)  Kompleksitas pendekatan pengukuran resiko likuiditas yang digunakan bank syariah harus disesuaikan dengan komposisi aset, kewajiban, dan rekening administratif bank syariah. Ketika bank syariah memiliki aktivitas bisnis yang lebih kompleks, bank syariah harus menggunakan pendekatan pengukuran dinamis serta didukung oleh berbagai asumsi yang relevan.
6)  Rasio likuiditas yang digunakan dalam pengukuran resiko likuiditas harus disesuaikan dengan strategi bisnis, toleransi resiko, dan kinerja masa lalu. Hasil pengukuran dengan menggunakan rasio perlu dianalisis dengan memperhatikan informasi kualitatif yang relevan.
7)   Profil maturitas menyajikan pos-pos aset, kewajiban dan rekening administratif yang dipetakan ke dalam skala waktu berdasarkan pada sisa waktu sampai jatuh tempo sesuai kontrak dana atau berdasarkan pada asumsi, khususnya pada pos neraca, dan rekening administratif yang tidak memiliki jatuh tempo kontraktual.
8)   Proyeksi arus kas menyajikan arus kas yang berasal dari aset, kewajiban, dan rekening administratif serta kegiatan usaha lainnya yang dipetakan ke dalam skala waktu tertentu. Proyeksi arus kas harus disusun setidaknya setiap bulan dengan jangka waktu proyeksi disesuaikan dengan kebutuhan bank syariah dengan memperhatikan struktur aset, kewajiban dan rekening administratif.
c.       Pemantauan risiko likuiditas
1) Pemantauan harus memperhatikan peringatan dini untuk mengetahui potensi peningkatan resiko likuiditas bank syariah Indikator dini terdiri atas :
a) Indikator internal : Strategi pertumbuhan aset, peningkatan konsentrasi baik pada sisi aset maupun kewajiban, peningkatan mismatch valuta asing, posisi yang mendekati atau melanggar limit internal maupun limit regulator secara berulang-ulang dan peningkatan biaya dana bank syariah.
b) Indikator eksternal : berasal dari pihak ketiga (contoh :rumor di pasar mengenai, permasalahan pada bank), analisis maupun peserta pasar. Indikator umumnya berkaitan dengan kapasitas pembiayaan bank syariah yang bersangkutan (Karim, 2004, hal. 260).

.
C.  Sistem Pengendalian Internal
          Risiko likuiditas muncul sebagai konsekuensi fungsi intermediasi yang diambil oleh bank. Risiko ini akan senantiasa melekat pada bank sepanjang proses bisnis yang dijalankan bank. Sejak bank mengumpulkan dana dari masyarakat hingga pengulurannya kepada masyarakat. Sehingga manajemen risiko likuiditas sudah selayaknya dilekatkan pada setiap tahapan proses bisnis bank, termasuk pada waktu menciptakan produk keuangan. Untuk melakukan pengendalian terdapat beberapa hal seharusnya dilakukan bank islam.
1.  Sebaiknya bank islam melakukan diverifikasi atas sumber pendanaan yang digunakan untuk mendanai berbagai pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat.
2.  Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek, bank islam dapat menggunakan beberapa skema pendanaan jangka pendek.
3.   Bank dapat melakukan skurititas asset selama memungkinkan dan disetuji oleh DPS dan DSN (Wahyudi, 2013, hal.209-221).
   Pengendalian internal sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personil lain entitas yang didesain untuk memberikan kenyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut:
1.      Keadaan pelaporan keuangan
2.      Efektifitas dan efisiensi dari operasional
3.      Pemenuhan dengan ketentuan hukum dan peraturan yang bisa diterapkan.



BAB III
PENUTUP
               A. Kesimpulan
            Risiko Likuditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang.
Risiko likuiditas terjadi akibat ketidakmampuan bank islam dalam memenuhi liabilitas yang jatuh tempo. Untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya, bank dapat menggunakan sumber pendanaan arus kas dan asset ikuiditas tinggi yang dapat digunakan tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko ini muncul sebagai konsekuensi logis dari ketidaksamaan waktu jatuh tempo antara sumber pendanaan bank, yakni DPK dan akad pembiayaan bank kepada debitur. Apalagi jika pembiayaan yang dilakukan bank mengalami gagal bayar. Sering kali, pemicu utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, yang besar maupun yang kecil, bukanlah karena kerugian yang dideritanya, melainkan lebih kepada ketidakmampuan bank memenuhi kebutuhan likuiditasnya..




DAFTAR KEPUSTAKAAN
Indroes, Ferry N. 2008. “Manajemen Resiko Perbankan”.  Jakarta: Rajagrafindo persada.
Iying, Ririn. 2017. “Fiqih Resiko Likuiditas”. Malang.  
Karim, Adiwarman A. 2004. “Bank Islam: Analisis Fiqh Dan Keuangan”. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Muhammad. 2010. “Manajemen bank syariah”. Yogyakarta: UPP AMPYKPN, 2010.
Wahyudi, Imam. 2013. “Manajemen resiko bank islam”. Jakarta: Salemba Empat.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar