Minggu, 27 Oktober 2019

Manajemen Risiko Operasional

MAKALAH
MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN SYARIAH
Tentang:
“Pengelolaan Manajemen Risiko Operasional Pada Bank Syariah”


ADEK MUTIA
NIM. 1730401004


Dosen Pembimbing:
Ifelda Nengsih, SEI.,MA


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2019


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Manajemen risiko merupakan salah satu elemen penting dalam menjalankan bisnis perusahaan karena semakin berkembangnya dunia perusahaan serta meningkatnya kompleksitas aktivitas perusahaan mengakibatkan meningkatnya tingkat risiko yang dihadapi perusahaan. Sasaran utama dari implementasi manajemen risiko adalah melindungi perusahaan terhadap kerugian yang mungkin timbul.
Risiko operasional sendiri adalah risiko yang dianggap paling tua dan paling berpengaruh dalam proses perkembangan sebuah perusahaan atau bank, selain risiko pasar. Risiko operasional merupakan risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai, kesalahan manusia, kegagalan sistem maupun adanya kejadian eksternal yang memengaruhi operasional organisasi perusahaan. Risiko ini bersifat inheren dan pasti ditemukan dalam sebuah organisasi. Dan untuk menangani risiko operasional ini dibutuhkan pengelolaan dan pengendalian yang tepat dan akurat.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian risiko operasional ?
2.    Apa saja kategori Risiko operasional ?
3.    Apa Identifikasi faktor penentu Risiko operasional ?
4.    Bagaimana penerapan manajemen risiko ?
5.    Bagaimana sistem pengendali intenal ?
6.    Bagaimana strategi anti fraud ?

C.  Tujuan masalah
1.    Untuk menjelaskan pengertian risiko operasional.
2.    Untuk menjelaskan kategori risiko operasional.
3.    Untuk menjelaskan identifikasi faktor penentu risiko operasional.
4.    Untuk menjelaskan bagaimana penerapan manajemen risiko.
5.    Untuk menjelaskan bagaimana sistem pengendali intenal.
6.    Untuk menjelaskan bagaimana strategi anti fraud.





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Risiko Operasional
Risiko operational merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah internal perusahaan, dimana risiko tersebut terjadi disebabkan oleh lamanya sistem kontrol manajemen (management controlsystem). Yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan. Misalnya risiko operational adalah risiko pada komputer karena telah terserang virus, kerusakan maintenance pabrik, kecelakaan kerja, kesalahan dalam pencatatan pembelian barang dan tidak adanya kesepakatan bahwa barang yan dibeli dapat ditukar kembali dan sebagainya.
Risiko operasional juga sering disebut tipe risiko yang paling tua tetapi paling sedikit dipahami dibandingkan dengan tipe risiko lainnya, misal risiko pasar. Risiko operasional merupakan risiko yang inheren dalam proses aktivitas operasional. Risiko inheren merupakan risiko yang melekat pada kegiatan bisnis bank syariah, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak berpotensi memengaruhi posisi keuangan bank (Hanafi, 2009 : 194).
Risiko operasional dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan. Risiko ini merupakan risiko yang melekat (inherent) pada setiap aktivitas fungsional Bank, seperti kegiatan perkreditan (penyediaan dana), tresuri dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen, dan pengelolaan sumber daya manusia.
Definisi risiko operasional dalam Basel II adalah termasuk risiko hukum, namun tidak mencakup risiko bisnis, strategis dan reputasi. risiko operational merupakan tipe risiko yang paling tua, tetapi yan paling sedikit dipahami dibandingkan dengan tipe risiko lainnya. (misalkan risiko pasar ataupun risiko tingkat bunga). Perusahaan sudah mengenali risiko operational meskipun dengan nama yang berbeda. Sebagai contoh perusahana selalu berusaha memperbaiki sistem, prosedur, atau proses bisnis melalui manajemen kualitas, perusahaan memberikan training kepada karyawannya agar mereka semakin terlatih dan semakin sedikit membuat kesalahan. Dalam konteks manajemen risiko, upaya terseut dipandag sebagai upaya untuk mengelola atau menurunkan risiko operational (Ali, 2006, hal. 272).

B.  Kategori Risiko Operasional
1.    Internal Fraud yaitu risiko yang timbul dari tindakan yang dimaksudkan untuk penggelapan, ketidaksesuaian penggunaan properti bank atau pelanggaran peraturan, hukum atau kebijakan peraturan tidak termasuk tindakan pembedaan atau diskriminasi yang melibatkan paling tidak satu pihak internal.
2.  Eksternal Fraud yaitu risiko yang timbul dari tindakan yang dimaksudkan untuk penggelapan, ketidaksesuaian penggunaan properti bank atau pelanggaran peraturan, hukum atau kebijakan peraturan tidak termasuk tindakan pembedaan atau diskriminasi yang melibatkan paling tidak satu pihak eksternal.
Praktik ketenagakerjaan dan keselamatan kerja yang meliputi risiko mogok kerja, kesehatan pegawai dan seluruh bentuk diskriminasi.
Klien, produk dan praktik bisnis contohnya kegagalan mendeteksi pembukuan dan transaksi rekening yang melanggar prinsip KYC.
(B.I., 2014, hal. 143)

C.  Identifikasi faktor penentu Risiko operasional
1.    Risiko kegagalan proses internal
Risiko kegagalan proses internal adalah risiko yang terjadi dalam intenal organisasi yang disebabkan salah prosedur dalam pengelolaannya. Contoh: dokumentasi tidak memadai, tidak lengkap, kesalahan transaksi, kesalahan pemasaran produk., pengendalian atau pengawasan yang tidak memadai, pelaporan yang kurang memadai sehingga kepatuhan terhadap peraturan internal dan eksternal tidak terpenuhi.
2.    Risiko kegagalan mengelola SDM
Sumber daya manusia merupakan aset penting bagi perusahaan, namun juga merupakan sumber risiko operasional bagi perusahaan. Risiko tersebut bisa saja terjadi akibat kelalaian yang disengaja  maupun tidak disengaja. Contoh :pelatihan karyawan tidak berkualitas, tingginya pergantian karyawan, pengelolaan manajemen yang buruk, kecelakaan kerja, terlalu bergantung pada karyawan tertentu dan integritas karyawan yang kurang.
3.    Risiko sistem
Sistem tekhnologi memang memberikan kontribusi yang signifikan bagi sebuah organisasi, disisi lain sistem tersbut juga akan memunculkan risiko baru bagi organisasi. Seperti halnya ketergantungan perusahaan pada sistem komputer maka risiko yang berkaitan dengan kerusakan komputer akan semakin tinggi. Contoh: kerusakan data, kesalahan pemrograman, sistem keamanan yang kurang baik, penggunaan tekhnologi yang belum teruji dan terlalu mengandalkan model tertentu untuk keputusan bisnis (Hanafi, 2009 :196).
4.    Risiko eksternal
Risiko eksternal adalah risiko yang terjadi diluar kendali organisasi, kejadian tersebut memang jarang terjadi tetapi sekalipun itu terjadi akan mempunyai dampak yang begitu besar bagi organisasi. Contoh: Listrik PLN mati, Perampokan, Kebakaran.,  Bencana alam, Serangan terorisme (Rustam, 2013 :181).
Ada beberapa factor yang mampu memberi pengaruh pada terbentuknya operational risk, yaitu:
1.    Risiko pada Komputer (Computer Risk)
2.    Kerusakan Maintenance Pabrik
3.    Kecelakaan kerja
4.    Kesalahan dalam Pembukaan Secara Manual (Manual Risk)
5.    Kesalahan Pembelian Barang dan Tidak Ada Kesepakatan Bahwa Barang yang Dibeli Dapat Ditukar Kembali
6.    Globalisasi dalam Konsep dan Produk  

D.  Penerapan Manajemen Risiko
Penerapan manajemen risiko untuk risiko operasional bagi bank syariah, baik secara individual maupun bagi bank secara konsolidasi dengan anak perusahaan. Mencakup hal-hal sebagai sebagai berikut:
1.    Pengawasan aktif dewan komisaris, direksi, dan DPS.
a.    Kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris, direksi serta DPS
b.    Sumber daya insani
1)     Bank Syariah harus memiliki kode etik yang berlaku untuk semua pegawai.
2)    Bank Syariah harus menetapkan sanksi secara konsisten kepada seluruh pegawai yang terbukti melakukan penyimpangan dan pelanggaran.
c.    Organisasi manajemen risiko operasional
1)   Manajemen unit bisnis merupakan risk owner yang bertanggung jawab terhadap proses manajemen risiko untuk risiko operasional sehari-hai serta melaporkan permasalahan risiko secara spesifik dalam unitnya sesuai jenjang pelaporan yang berlaku.
2)     Dalam Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR), bank syariah dapat membentuk unit independen untuk melaksanakan fungsi manajemen risiko untuk risiko operasional secara menyeluruh.
3)  Untuk memfasilitasi proses manajemen risiko untuk risiko operasionaldalam penerapan unit bisnis atau unit pendukung dan memastikan konsistensi penerapan kebijakan manajemen risiko untuk risiko operasional (Rustam, 2013 :183).
2.    Kebijakan, prosedur, dan penerapan limit
a.  Bank syariah melaksanakan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit untuk risiko operasional. Dirasakan belum cukup unutuk manajemen risiko operasional, bank syariah menambahkan beberapa hal dalam tiap aspek kebijakan, prosedur, dan penetapan limit, sebagai berikut :
1)      Srategi manajemen risiko
 Penyusunan strategi untuk risiko operasional mengacu pada cakupan penerapan secara umum.
2)      Tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko
Penerapan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko untuk risiko operasional mengacu pada cakupan penerapan secara umum.
3)      Kebijakan dan prosedur
a)  Bank Syariah harus menetapkan kebijakan manajemen risiko untuk risiko yang harus diinternalisasikan ke dalam proses bisnis seluruh seluruh lini bisnis dan aktivitas pendukung bank.
b)  Bank Syariah harus memiliki prosedur-prosedur yang merupakan turunan dari kebijakan manajemen risiko untuk risiko operasional, prosedur tersebut dapat berupa pengendalian umum dan pengemdalian spesifik.
c)      Bank Syariah harus memiliki business continuity management (BCM).
d)     Bank Syariah harus memuat kebijakan tentang rekrutmen dan penempatan sesuai dengan kebutuhan organisasi, remunerasi, dan struktur insentif yang kompetitif.
4)       Limit
Penetapan limit untuk risiko operasional mengacu pada cakupan penerapan secara umum.
3.  Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta informasi manajemen risiko operasional
Bank syariah melakukan penerapan manajemen risiko melalui proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta SIM risiko untuk risiko operasional, selain itu bank perlu menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap proses yang dimaksud, sebagai berikut:
a.       Identifikasi dan pengukuran risiko operasional
1)     Bank syariah harus melakukan identifikasi dan pengukuran terhadap parameter yang memengaruhi eksposur risiko operasinal, antara lain frekuensi dan dampak dari kegagalan dan kesalahan sistem, kelemahan sistem administrasi, kegagalan hubungan dengan nasabah, kesalahan pembukuan.
2)  Bank syariah mengembangkan suatu basis data mengenai jenis dan dampak kerugian, pelanggaran sistem pengendalian, dan isu-isu operasional lainnya yag dapat menyebabkan kerugian pada masa yang akan datang.
3)    Bank syariah wajib mempertimbangkan berbagai faktor internal dan eksternal dalam melakukan identifikasi dan oengukuran risiko operasional.
b.      Pemantauan risiko operasional
Bank syariah harus melakukan pemantauan risiko operasional secara berkelanjutan terhadap seluruh eskposur risiko operasional serta kerugian yang dapat ditimbulkan oleh aktivitas utama bank, antara lain dengan cara menerapkan sistem pengendalian internal dan menyediakan laporan berkala mengenai kerugian yang ditimbulkan oleh risko operasional.
c.     Pengendalian risiko operasional
1)      Pengendalian risko dilakukan secara konsisten.
2) Dalam penerapan pengendalian risko operasional, bank syariah dapat mengembangkan program untuk memitigasi risiko operasional.  
3)  Ketika bank syariah mengembangkan pengamanan proses IT, bank syariah harus memastikan tingkat keamanan dari pemrosesan data elektronik.
d.       Sistem informasi manajemen risiko operasiona
1)    Dapat menghasilkan laporan yang lengkap dan akurat.
2) Harus memiliki mekanisme pelaporan terhadap risiko operasional yang dapat memberikan informasi sesuai kebutuhan pengguna (Rustam, 2013 : 187).

E.  Sistem Pengendali Intenal
Pengendalian risiko operasioanl bertujuan untuk menekan potensi kerugian akibat risiko operasional sampai level yang direncanakan bank. Proses pemngelolaan dapat dilakukan dengan melihat penyebab terjadinya potensi kerugian akibat risiko operasional. Identifikasi potensi risiko kerugian dapat dengan berbagai metodologi baku seperti:
1.    Risk and Control Self Assement (RCSA)
       RCSA adalah proses manajemen risiko operasional untuk mengidentifikasi dan mengukur risiko operasional yang bersifat kualitatif, dengan menggunakan dimensi dampak dan kemungkinan kejadian. Proses penilaian risiko dilakukan dengan mempergunakan suatu daftar yang berisi butir-butir pertanyaan tentang evaluasi tingkat risiko, yang mencakup kemungkinan kejadian.
            Pengelolaan risiko operasional paling sesuai dilaksanakan oleh pihak atau unit kerja masing-masing. Semua pimpinan unit wajib menguasi pekerjaan pada unit kerja masing-masing, proses yang dilakukan untuk semua tugas pekerjaan, apa yang dapat menjadi potensi kesalahan dalam proses, apa penyebab dari potensi kesalahan tersebut, berapa besar kemungkinan terjadi kesalahan, dan berapa etimasi dampak kerugian yang dapat tejadi.
Identifikasi risiko operasional dilakukan dengan mengidentifikasi proses kerja dan potensi terjadinya kesalahan dan potensi kerugian pada proses. Klasifikasi dapat dilakukan antara lain dengan cara voting atau cara pengambilan suara yang lain.
2.    Key Risk Indicator (KRI)
KRI digunkana untuk mengidentifikasi kecenderungan tingkat risiko operasional yang meningkat. Dengan KRI, bank mengidentifikasi dan menganalisis risiko sejak dini atas naik turunnya indikator-indikator tingkat risiko dalam rangka pengendalian setiap risiko operasional yang melekat pada setiap aktivitas dan operasional bank.
Manfaat menerapkan KRI adalah agar bank dapat memantau dan memprediksi eksposur risiko operasional, mengidenfikasi perubahan profil risiko operasional dan memberikan masukan atau pertimbangan kepada audit intren dalam menyusun perencanaan audit (Indonesia, Manajemen Risiko 2, 2015, hal. 188-198)

F.   Strategi Anti Fraud
Penerapan strategi anti fraud sebagai bagian dari pelaksanaan penerapan manajemen risiko tidak dapat dipisahkan dari cakupan penerapan manajemen risiko secara umum. Oleh karena itu, efektifitas penerapan strategi anti fraud setidaknya perlu didukung dengan penguatan pada aspek-asppek manajemen risikoyang fokus pada pengendalian fraud. Cakupan minimum untuk setiap aspek pendukung tersebut adalah sebagai berikut:
1.     Pengawasan aktif manajemen
Pengawasan aktif manajemen pada fraud mencakup hal-hal yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab pihak manajemen, baik dewan komisaris maupun direksi. Kewenangan dan tanggung jawab tersebut setidaknya mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Pengembangan budaya dan kepedulian terhadap anti fraud pada seluruh jenjang organisasi, antara lain meliputi deklarasi anti fraud statemen dan komunikasi yang memadai kepada seluruh jenjang organisasi tentang perilaku yang termasuk tindakan fraud.
b.    Penyusunan dan pengawasan penerapan kode etik terkait dengan pencegahan fraud bagi seluruh jenjang organisasi.
c.    Penyusunan dan pengawasan strategi anti fraud secara menyeluruh.
d. Pengembangan kualitas sumber daya insani (SDI), khususnya yang terkait dengan peningkatan kesadaran dan pengendalian fraud.
e.    Pemantauan dan evaluasi atas kejadian-kejadian fraud serta penerapan tindak lanjut.
f. Pengembangan saluran komunikasi yang efektif didalam internal bank agar seluruh pejabat/pegawai bank memahami dan mematuhi kebijakan dan prosedur yang berlaku, termasuk kebijakan dalam rangka pengendalian fraud.
2.    Sturktur organisasi dan pertanggungjawaban
Untuk mendukung efektivitas penerapan strategi anti fraud, bank wajib memiliki unit atau fungsi yang menangani implementasi strategi anti fraud. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan unit atau fungsi tersebut setidaknya meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.    Pembentukan unit atau fungsi dalam struktur organisasi disesuaikan dengan karakteristik dan kompleksitas kegiatan usaha bank.
b.    Penetapan uraian tugas dan tanggung jawab yang jelas.
c. Pertanggungjawaban unit atau fungsi tersebut langsung kepada direktur utama serta hubungan komunikasi dan pelaporan secara langsung kepada dewan komisaris.
d. Pelaksanaan tugas pada unit atau fungsi tersebut harus dilakukan oleh SDM yang memiliki kompetensi, integritas, dan indepedensi, serta didukung dengan pertanggung jawaban yang jelas.
3.    Pengendalian dan pemantauan
Bank syariah wajib melakukan langkah langkah yang fokus untuk meningkatkan efektivitas penerapan strategi anti fraud dalam melakukan pengendalian dan pemantauan. Langkah-langkah tersebut setidaknya mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Penetapan kebijakan dan prosedur pengendalian yang khusus ditujukan untuk pengendalian fraud.
b.   Pengendalian melalui kaji ulang, baik oleh manajemen (top level review) maupun kaji ulang operasional (functional review) oleh SKAI atas pelaksanaan strategi anti fraud.
c. Pengendalian dalam bidang SDM yang ditujukan untuk peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas dan pengendalian fraud, misalnya kebijakan rotasi, kebijakan mutasi, cuti wajib, dan aktivitas sosial atau gathering.
d.  Penetapan pemisahan fungsidalam pelaksanaan aktivitas bank pada seluruh jenjang organisasi, misalnya penerapan four eyes principle dalam aktivitas perkreditan dengan tujuan agar setiap pihak yang terkait dalam aktivitas tersebut tidak memiliki peluang untuk melakukan dan menyembunyikan fraud dalam pelaksanaan tugasnya.
e. Pengendalian sistem informasi yang mendukung pengolahan, penyimpangan, dan pengamanan data secara elektornik untuk memadai. Pengendalian sistem informasi ini perlu disertai dengan tersedianya sistem akuntansi untuk menjamin penggunaan data yang akurat dan konsisten (Rustam, 2013 : 190).





BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Risiko operasional merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah internal perusahaan, dimana risiko ini terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem control manajemen (management control system) yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan. Kategori risiko operasional: risiko kegagalan proses internal,  risiko kegagalan mengelola sdm, risiko sistem
Untuk mengatasi risiko operasional suatu perusahaan harus membuat analisa yang mencakup, yaitu :  Menghitung dan memetakan bentuk risiko yang sedang dan akan dihadapi, Memperhitungkan berapa biaya yang harus dialokasikan menyangkut pengelolaan risiko, Memutuskan pembentukan mekanisme seperti apa yang layak diterapkan untuk mengelola risiko, dan Memutuskan darimana sumber dana yang dapat dialokasikan untuk mrendukung penyelesaian operational risk in.




DAFTAR PUSTAKA

Ali, Masyhud. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Hanafi, Mamduh M. 2009. Manajemen Risiko. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Indonesia, I. B. 2014. Manajemen Risiko. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Rustam, Bambang R. 2013. Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar