Sabtu, 16 November 2019

“Pengelolaan Manajemen Reputasi Pada Bank Syariah”


Description: Hasil gambar untuk lambang IAIN batusangkar
MAKALAH
MANAJEMEN RESIKO BANK

Tentang
“PENGELOLAAN MANAJEMEN RISIKO  REPUTASI PADA BANK SYARIAH”


Oleh :
Adek Mutia (1730401004)
adekmutiafebiiainbatusangkar.blogspot.com


Dosen Pengampu:
Ifelda Nengsih, SEI, MA



JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2019




BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Meskipun masih relative muda, perbankan Islam di Indonesia sudah memikul banyak amanah, ekspektasi dan harapan yang besar. Sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992, sebagai salah satu lembaga intermediator yang menghimpun dana dari unit yang mengalamisurplus lalu menyalurkan dana tersebut ke unit defiti, Bank Islam diharapkan untuk dapat mengoptimalkan laba serta meningkatkan nilai bagi parastakeholder-nya. Kreditbilitas dan kinerja pimpinan, karyawan, system, produk dan layanan, jaringan, dan teknologi perbankan Islam diharapkan sempurna dan menyempurnakan system perbankan yang ada. Lebih lanjut, masa depan perbankan akan sangat ditentukan oleh kemampuan manajeman perbankan Islam dan menghadapi berbagai perubahan pesat yang terjadi saat ini. Tidak dapat dielakannya globalisasai, pesatnya informasi dan teknologi serta inovasi keuangan membuat sector keuangan, tempat perbankan Islam bernauang, menjadi makin kompleks, dinamis dan kompetitif. Kondisi ini berpotensi meningkatnya deraan resiko terhadap perbakan Islam di mana semua resiko ini Mutlak harus di kelola. Pada intinya, Bank Islam harus memulai mengelola risikonya, Salah satunya adalah risiko reputasi dalam bank Islam, karena reputasin merupakan salah satu sektor terpenting dalam menjaga sistem operasional perbankan agar tetap berjalan dengan baik, maka harus ada manajemen risiko yang mampu menangani masalah risiko reputasi di perbankan syariah.

B.  Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan risiko reputasi ?
2. Bagaimana penerapan manajemen risiko ?
3. Bagaimana sistem pengendalian internal ?

C. Tujuan Pembelajaran
1. Untuk mengetahui maksud dari risiko reputasi
2. Untuk mengetahui penerapan manajemen risiko
3. Untuk mengetahui sistem pengendalian internal




BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Risiko Reputasi
 Risiko Reputasi suatu bank (banking reputation) adalah kumpulan citra bank di benak khalayak atau stakeholders. Reputasi mencerminkan persepsi publik terkait mengenai tindakan-tindakan suatu bank. Risiko reputasi disebabkan adanya publikasi negatif yang berhubungan dengan kegiatan bank atau persepsi negatif terhadap suatu bank. Risiko reputasi suatu bank syariah biasanya terjadi ketika nasabah merasa kecewa kepada bank syariah lalu melakukan protes, baik secara langsung (kepada bank syariah tersebut) maupun tidak langsung (lewatword-to-mouthdan media massa). Kejadian yang dapat mendatangkan risiko reputasi misalnya pelayanan bank syariah yang tidak becus, marjin yang mencekik leher, pegawai yang berbusana seksi, pegawai yang tidak mengetahui akad-akad syariah dan sebagainya. Yang paling parah jika risiko reputasi itu muncul karena pelanggaran aspek syariah (Rahmadiyah, 2014, hal. 230).
Dalam jangka pendek, risiko reputasi memang tidak menimbulkan dampak langsung secara finansial. Tapi dalam jangka panjang akan sangat terasa. Pelan-pelan menghanyutkan. Derajat yang sangat dihindari adalah ketika risiko reputasi mengikis tingkat kepercayaan nasabah. Karena pada umumnya, bank termasuk industri yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap kepercayaan publik atau masyarakat umum.Saking pentingnya, risiko reputasi juga dimasukkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.5 tahun 2003 tentang Penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Bahkan sebuah penelitian menyatakan 84% responden setingkat presiden direktur industri keuangan dalam lima tahun terakhir fokus pada pengelolaan risiko reputasinya.

B.  Penerapan Manajemen Risiko
Resiko reputasi disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan bank atau adanya persepsi negatif terhadap bank. Contoh: Mesin ATM Bank A sering mengalami “off-line” sehingga membuat kecewa nasabahnya setiap kali melakukan transaksi pada mesin ATM Bank A. Nasabah melampiaskan rasa kekecewaannya melalui kontak pembaca di Harian Nasional. Atas pemberitaan itu maka nasabah tersebut telah mengakibatkan Bank A berpotensi menghadapi resiko reputasi (Ikatan Bankir Indonesia: 346).
Kegagalan manajemen resiko reputasi dapat menimbulkan penarikan besar-besaran dana pihak ketiga, menimbulkan masalah likuiditas, ditutupnya bank oleh otoritas, dan bahkan bisa mengalami kebangkrutan. Oleh karena itu, tujuan utama manajemen resiko reputasi adalah untuk mengantisipasi dan meminimalkan dampak kerugian dari resiko reputasi bank syariah. Resiko reputasi dalam bisnis dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis bank syariah (Rianto, 2013:245).
Apabila manajemen dalam pandangan stakeholder dinilai baik maka resiko reputasi menjadi rendah, demikian juga bila perusahaan dimiliki oleh pemegang saham yang kuat maka resiko reputasi rendah. Dalam hal pelayanan, bila pelayanan kurang baik maka resiko reputasi menjadi tinggi. Dalam penerapan prinsip-prinsip syariah haruslah dilaksanakan secara konsisten agar tidak menimbulkan penilaian negatif terhadap penerapan sistem syariah tersebut yang dapat mengakibatkan timbulnya publikasi negatif sehingga akan menaikkan tingkat resiko reputasi (Karim, 2013: 275) dan (Fasa, 2016, hal. 46-47).

C.  Sistem Pengendalian Internal
Cara pengendalian risiko reputasi yang terbaik adalah dengan melakukan program antisipasi/preventive action dan program pemeliharaan reputasi.  Risiko Reputasi adalah suatu risiko yang abstrak  dan berbentuk intangibleasset bagi perusahaan.  Penanganan risiko reputasi sebaiknya secara preventive karena biaya penyelesaian risiko ini sangatlah besar dan akibatnya dapat merusak serta membunuh perusahaan.  Contoh tanda-tanda reputasi yang telah terkena adalah apabila nama perusahaan yang tercemar telah dimuat di sebuahheadlinesurat kabar atau media masa lainnya.Sebelum risiko terjadi secara keseluruhan dan bersamaan, perusahaan perlu melakukan suatu analisis simulasi dengan metode what if analysis. 
Menurut pendapat lain, Bank telah memiliki sistem pengendalian internal untuk manajemen risiko reputasi dengan melakukan pengelolaan keluhan nasabah, menjalankan prinsip kehati-hatian, dan transparansi (BTPN Syariah, hal. 10).
Proses pengelolaan dan penerapan manajemen risiko reputasi yang dilakukan di lingkungan Bank dilakukan dengan cara, sebagai berikut:
1.      Mengantisipasi persepsi negatif yang menimbulkan risiko terhadap reputasi Bank:
a.       Menyampaikan informasi mengenai perusahaan, karyawan dan kegiatan-kegiatan internal, serta produk dan layanan melalui berbagai saluran komunikasi yang dimiliki.
b.      Mempublikasikan laporan keuangan dan kinerja Bank setiap triwulan melalui media massa dan situs web perusahaan.
c.       Melakukan berbagai kegiatan Corporate Sosial Responsibilty (CSR) untuk meningkatkan pemahaman mengenai perbankan.
d.      Membina dan menjalin hubungan yang harmonis dengan media lokal dan nasional untuk membuka akses informasi serta memberikan sumber berita.
e.       Melalui Unit Customer Experience, Bank melakukan berbagai survey yang terukur mengenai harapan dan ekspektasi Nasabah agar memperoleh berbagai masukan dari Nasabah. Formulasi dan internalisasi kualitas layanan Nasabah juga terus dikaji dan diperbaiki guna memberikan pengalaman layanan terbaik bagi nasabah.
f.       Apabila terdapat pemberitaan negatif yang berpotensi menimbulkan risiko reputasi, Bank akan secara proaktif mencari informasi serta melakukan langkah yang diperlukan untuk memperoleh solusi terbaik bagi semua pihak.
2.      Mengelola proses penanganan keluhan Nasabah, meliputi antara lain:
a.   Adanya call center 24 jam dan channel komunikasi yang memungkinkan nasabah untuk memberikan keluhan baik melalui surat, email maupun media sosial.
b. Menerima keluhan Nasabah yang masuk melalui cabang, situs web, media massa dan sosial media yang disentralisasikan ke dalam sistem Complaint Handling Management (CHM), dan ditindaklanjuti melalui divisi/unit kerja terkait.
c.  Melakukan monitoring atas keluhan yang tercatat dalam CHM serta bagaimana tindak lanjutnya dan melakukan pemantauan atas SLA (Service Level Agreement) yang berlaku. Keluhan Nasabah dianalisa secara berkala dan senantiasa dicari akar permasalahannya melalui koordinasi dengan unit kerja terkait agar Bank dapat mengambil tindakan antisipatif di masa mendatang.
d. Melakukan pengawasan secara berkala dan menyeluruh pada hal-hal yang berpotensi dapat berdampak pada reputasi perusahaan, antara lain:
e.  Melakukan monitoring atas pemberitaan perusahaan di media cetak dan online/digital yang dilaporkan ke Direksi setiap hari.
f.  Reviuw pengembangan produk baru dan kerja sama bisnis melalui proses NPAP (New Product Approval Process) yang harus dikaji oleh seluruh functional specialist terkait.
g. Menganalisa kesesuaian produk dengan profil nasabah serta menginformasikan aspek risk & return secara transparan.



                                                                          BAB III
PENUTUP


A.  Kesimpulan
Risiko reputasi disebabkan adanya publikasi negatif yang berhubungan dengan kegiatan bank atau persepsi negatif terhadap suatu bank. Risiko reputasi suatu bank syariah biasanya terjadi ketika nasabah merasa kecewa kepada bank syariah lalu melakukan protes, baik secara langsung (kepada bank syariah tersebut) maupun tidak langsung (lewatword-to-mouthdan media massa). Kejadian yang dapat mendatangkan risiko reputasi misalnya pelayanan bank syariah yang tidak becus, marjin yang mencekik leher, pegawai yang berbusana seksi, pegawai yang tidak mengetahui akad-akad syariah dan sebagainya. Yang paling parah jika risiko reputasi itu muncul karena pelanggaran aspek syariah. Publikasi negatif terhadap salah satu bank islam akan mencemari reputasi bank islam lainya, meskipun bank islam lain tidak terlibat dalam tindakan yang bertanggung jawab tersebut. Dampak dari publikasi negatif juga berpengaruh terhadap keuntungan yang akan diperoleh, likuiditas, dan mempengaruhi harga saham bank islam yang bersangkutan.






DAFTAR KEPUSTAKAAN
BTPN Syariah.
Fasa, M. I. (2016). Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia. Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Vol. 1, No. 2 , 43.
Rahmadiyah, R. (2014). Model Sistem Manajemen Risiko Perbankan Syariah. Jurnal Kewirausahaan, Vol. 13 No. 2 .
Yulianti, R. T. (2009). Manajemen Risiko Perbankan Syariah . Jurnal Ekonomi Islam Vol. III, No. 2 .

“Pengelolaan Manajemen Risiko Kepatuhan Pada Bank Syariah"


Description: Hasil gambar untuk lambang IAIN batusangkar
MAKALAH
MANAJEMEN RESIKO BANK

Tentang
“PENGELOLAAN MANAJEMEN RISIKO  KEPATUHAN PADA BANK SYARIAH”

 
Oleh :
Adek Mutia (1730401004)
adekmutiafebiiainbatusangkar.blogspot.com


Dosen Pengampu:
Ifelda Nengsih, SEI, MA


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2019



BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Resiko kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi dan atau tidak melaksanakan peraturan  perundang-undangan dan ketentuan yang berlakum.
Pada prakteknya resiko kepatuhan melekat pada risiko bank yang terkait dengan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku, seperti risiko kredit (KPMM, Kualitas Aktiva Produk, PPAP, BMPK) risiko yang lain terkait. Dalam menilai risiko inheren atau  risiko kepatuhan, indikator yang digunakan adalah jenis dan signifikansi pelanggaran yang dilakukan atau track record kepatuhan bank, perilaku yang mendasari pelanggaran terhadap ketentuan atas transaksi keuangan tertentu. Kepatuhan manajemen risiko sering disatukan sebagai satu konsep. Namun dalam kenyataannya, kepatuhan adalah bentuk manajemen risiko bahwa sebuah perusahaan atau bisnis menganut dalam operasinya.

B.  Rumusan Masalah
1. Apa pengertian risiko kepatuhan ?
2. Bagaimana identifikasi risiko kepatuhan ?
4. Bagaimana penerapan risiko kepatuhan ?
5. Bagaimana sistem pengendalian internal ?

C.  Tujuan Masalah
1.    Untuk menjelaskan pengertian risiko kepatuhan
2.    Untuk menjelaskan identifikasi risiko kepatuhan
3.    Untuk menjelaskan bagaimana penerapan risiko kepatuhan
4.    Untuk menjelaskan bagaimana sistem pengendalian internal



 
BAB III
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan adalah resiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan bank atau adanya persepsi negatif terhadap bank. (Fasa, 2016, hal. 41).
Risiko Kepatuhan adalah risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan, ketentuan dari regulator yang berlaku, dan/atau tidak memenuhi prinsip syariah. (BTPN Syariah, hal. 9)
Bank Indonesia memberikan pengertian bahwa risiko kepatuhan (compliance risk) adalah risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksankan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Risiko kepatuhan muncul akibat bank tidak memenuhi dan tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan, ketentuan yang berlaku, dan berprinsip syariah. Selain harus memenuhi semua regulasi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana pada bank konvensional, bank islam diharuskan memenuhi prinsi-prinsip syariah dalam aktivitas bisnis. Bank islam harus benar-benar beroperasi murni berdasarkan syariat islam. Islam harus menjadi identitas bank yang mewarnai kegiatan operasional dan bisnis bank islam. Kepatuhan terhadap peraturan syariah harus menjadi fitur utama dalam perbankan islam. Ketidakpatuhan terhadap syariah akan membawa dampak negatif bagi bank islam. Bank islam akan kehilangan citra dan karakter kunci yang membedakannya dengan bank konvensional. Rusaknya reputasi akan menyebabkan bank islam kehilangan nasabah loyalitas. Dimana nasabah ini memilih bank islam lebih karena unsur kesyariahan yang seharusnya melekat pada bank islam.
     Dalam prakteknya risiko kepatuhan melakat pada risiko bank yang terkait dengan peraturan perundang-undangan.Kepatuhan (compliance) sudah menjadi suatu keharusan bagi bisnis perbankan. Bahkan, dapat dikatakan sudah menjadi issue global saat ini. Sebuah survei yang dilakukan oleh The Economist Intellegence Unit (sebuah lembaga bisnis dan survei global yang independen, bermarkas di london) terhadap tidak kurang dari 275 pejabat senior perbankan dari berbagai negara mengenai sistemdan proses kepatuhan menyimpulkan bahwa kebutuhan melaksanakan kepatuhan secara efektif pada poerusahaan yang bergerak dalam bisnis perbankan saat ini sangat kuat dibandingkan dengan masa-masa yang lalu.
Kepatuhan terhadap hukum, norma-norma dan aturan-aturan membantu memelihara reputasi bank-bank, sehingga sesuai dengan harapan dari para nasabah, pasar dan masyarakat secara keseluruhan. Bank yang lalai menjalankan peran dan fungsi kepatuhan akan berhadapan langsung dengan apa yang dikenal dengan compliance risk yang didefiniska oleh Basel Commitee on Banking Supervision sebagai risiko hukum atau sanksi-sanksi hukum, kerugian keuangan/materi atau tercermarnya reputasi bank sebagai akibat dari pelanggaran terhadap hukum, regulasi-regulasi, aturan-aturan, dihubungkan dengan norma-norma organisasi yang menjadi aturan internal suatu bank (Muhammad, 2005, hlm 358) dan (Zainul Arifin, 2005, hlm 60).

B.  Identifikasi Risiko Kepatuhan
Bank harus melakukan identifikasi dan analisis terhadap beberapa faktor yang dapat meningkatkan eksposur risiko kepatuhan, diantaranya:
1.    Jenis dan kompleksitas kegiatan usaha Bank, termasuk produk dan aktivitas baru.
2.    Jumlah (vulome) dan materialitas ketidakpatuhan bank terhadap kebijakan dan prosedur intern, peraturan perundang-udangan dan ketentuan yang berlaku, serta praktik dan standar etika bisnis yang sehat.
Pada tahap identifikasi ini, Bank harus memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risk) yang terkait dengan pelaksanaan fungsi kepatuhan, termasuk risiko yang bersumber dari cabang-cabang dan perusahaan anak dengan memperhatikan beberapa faktor diatas dengan melakukan identifikasi terhadap semua peraturan yang berkaitan dengan kepatuhan. Karena, pada praktiknya risiko kepatuhan melekat pada risiko bank yang terkait peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku, diantaranya ketentuan kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM), kualitas Aktiva produktif, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), risiko pasar terkait dengan ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN), risiko stratejik terkait dengan ketentuan rencana kerja anggaran tahunan (RKAT) Bank, Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi bank umum, dan risiko lain yang terkait dengan ketentuan tertentu. Sebagai gambaran, hasil identifikasi risiko kepatuhan tentang pelaksanaan GCG Bank Umum terkait dengan kewajiban pelapornya.

C.  Penerapan Risiko Kepatuhan
Resiko yang disebabkan oleh tidak dipatuhinya ketentuan ketentuan yang ada, baik ketentuan internal maupun eksternal, sepertiberikut:
1.   Kententuan Giro Wajib Minimum,Net Open Position, NonPerforming Financing, dan Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan
2.      Ketentuan dalam penyediaan produk
3.      Ketentuan dalam pemberian pembiayaan
4.    Ketentuan dalam pelaporan baik laporan internal, laporan kepada Bank Indonesia maupun laporan kepada pihak ketiga lainnya
5.      Ketentuan perpajakan
6.      Ketentuan dalam akad kontrak
7.      Fatwa Dewan Syariah Nasional (Karim, 2013: 276).
Resiko kepatuhan dapat bersumber antara lain dari perilaku setidaknya aktivitas bank yang menyimpang atau melanggar dari ketentuan atau peraturan perundang-udangan (Rianto, 2013:233). Contoh: Petugas sebuah bank terlambat dalam menyampaikan laporan Sistem Informasi Debitur (SID) kepada Bank Indonesia. Atas keterlambatan pelaporan itu, bank tersebut akan dikenakan denda olehBank Indonesia. petugas tersebut telah membawa banknya sendiri menghadapi resiko kepatuhan (Ikatan Bankir Indonesia: 345) (Fasa, 2016, hal. 44)
Kegiatan usaha Bank terus mengalami perubahan dan peningkatan sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, globalisasi dan integrasi pasar keuangan, sehingga kompleksitas kegiatannya semakin tinggi. Kompleksitas kegiatan usaha Bank yang semakin meningkat tersebut mengakibatkan tantangan dan eksposur  risiko yang dihadapi juga semakin besar. Untuk itu diperlukan pengelolaan risiko kepatuhan yang baik dan tepat waktu agar dapat meminimalisir dampak risiko sedini mungkin. Beberapa faktor yang dinilai dapat meningkatkan eksposur risiko kepatuhan antara lain adalah:
1.      Jenis atau kompleksitas kegiatan usaha Bank yang semakin meningkat.
2.      Banyaknya produk dan aktivitas baru yang dimiliki oleh Bank.
3.      Jumlah (volume) dan materialitas ketidakpatuhan Bank terhadap kebijakan dan prosedur internal, peraturan perundang-udangan dan ketentuan yang berlaku, serta praktik dan standar etika bisnis yang sehat.
4.   Banyaknya peraturan yang terbit memberikan dampak pada proses atau sistem Bank dinilai berdasarkan kesiapan infrastruktur Bank dan sumber daya manusia (Bank OCBC NISP, hal. 178).

D.  Sistem Pengendalian Internal
Bank memiliki pengendalian terhadap risiko kepatuhan yang dilakukan melalui kaji ulang berkala terhadap kebijakan dan prosedur kepatuhan, penerapan pengecekan kepatuhan secara berkala, melakukan proses assurance terhadap seluruh aktivitas fungsional, melakukan tindak lanjut atas hasil audit internal/eksternal (BTPN Syariah, hal. 9).
Dalam melakukan penerapan manajemen risiko untuk risiko kepatuhan, maka selain melaksanakan pengendalian intern sebagaimana dimaksud diatas, bank perlu memiliki sistem pengendalian intern untuk risiko kepatuhan antara lain untuk memastikan tingkat responsif bank terhadappenyimpangan terhadap standar yang berlaku secara umum, ketentuan, dan atau peraturan perundang-undangan.




BAB III
PENUTUP


A.  Kesimpulan
Risiko kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Kepatuhan terhadap hukum, norma-norma dan aturan-aturan membantu memelihara reputasi bank-bank, sehingga sesuai dengan harapan dari para nasabah, pasar dan masyarakat secara keseluruhan. Bank yang lalai menjalankan peran dan fungsi kepatuhan akan berhadapan langsung dengan apa yang dikenal dengan compliance risk yang didefiniska oleh Basel Commitee on Banking Supervision sebagai risiko hukum atau sanksi-sanksi hukum, kerugian keuangan/materi atau tercermarnya reputasi bank sebagai akibat dari pelanggaran terhadap hukum, regulasi-regulasi, aturan-aturan, dihubungkan dengan norma-norma organisasi yang menjadi aturan internal suatu bank.




  
DAFTAR PUSTAKA

Afriyeni, & Susanto, R. (2017). Manajemen Risiko di Bank Syariah. Akademi Keuangan dan Perbankan.
BTPN Syariah.
Fasa, M. I. (2016). Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia. Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Vol. 1, No. 2 .
Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan (UPP).
Zainul Arifin. 2005, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta : Pustaka Alvabet.