
MAKALAH
MANAJEMEN
LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH NON BANK
TENTANG
INSTITUSI
ZAKAT
OLEH:
ADEK MUTIA
1730401004
adekmutiafebiiainbatusangkar.blogspot.com
DOSEN
PENGAMPU :
DR.H.SYUKRI
ISKA,M.Ag
IFELDA
NENGSIH,SEI,MA.
JURUSAN
PERBANKAN SYARI’AH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang keempat, zakat merupakan
suatu ibadah yang paling penting kerap kali dalam Al-Quran , Allah SWT
menerangkan zakat beriringan dengan menerangkan sembahyang. Pada 82 tempat
Allah menerangkan zakat beriringan dengan urusan sholat ini menunjukan bahwa
zakat dan sholat memiliki hubungan yang erat. Zakat juga salah satu unsur pokok
bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib.
Kewajiban
zakat akan memberikan pengaruh dampak yang positif bagi para pemberinya.
Karena, zakat itu sendiri esensinya merupakan sebuah pemberian yang diwajibkan
kepada orang muslim untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan
syarat-syarat tertentu guna untuk membersihkan harta dan jiwa. Kenapa dikatakan
untuk membersihkan? Karena, di dalam harta seseorang yang tersimpan itu
terdapat hak-hak orang lain. Allah hanya memberikan harta itu kepada kita
sebagai manusia. Dan kewajiban kitalah sebagai yang dititipkan untuk memberikan
harta tersebut kepada orang yang berhak mendapatkannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian zakat?
2.
Bagaimana
prosedur pendirian lembaga zakat?
3.
Bagaimana
mekanisme pengelolaan dana zakat?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk
memahami pengertian zakat
2.
Untuk
memahami prosedur pendirian lembaga zakat
3.
Untuk
memahami mekanisme pengelolaan dana zakat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Zakat
Dalam
terminologi fiqh, secara umum zakat didefinsikan sebagai bagian tertentu dari
harta kekayaan yang diwajibkan Allah SWT untuk sejumlah orang yang berhak
menerimanya. Pengertian diatas terkandung makna bahwa zakat memiliki dua
dimensi yaitu dimensi ibadah yang dilaksanakan dengan perantaraan harta benda
dalam rangka mematuhi perintah Allah SWT dan mengharapkan pahala dari-Nya, dan
dimensi sosial yang dilaksanakan atas dasar kemanusiaan. (Ritonga, 2002)
Zakat secara harfiah mempunyai makna (pensucian pertumbuhan dan berkah).
Menurut istilah zakat berarti kewajiban seorang untuk mengeluarkan nilai bersih
dari kekayaannya yang tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada mustahik
dengan beberapa syarat yang ditentukan. (Al-Jaziri,
1990, hal. 590)
Zakat menurut UU No. 38 Tahun 1999
tentang pengelolaan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang
muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama
untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.(Yafie,
1994, hal. 223)
Dalam konteks kenegaraan, zakat seharusnya menjadi bagian utama dalam
penerimaaan negara. Zakat harus masuk dalam kerangka kebijakan fiskal negara
dan bukan hanya dijadikan pengeluaran pengurangan penghasilan kena pajak,
karena justru akan mengurangi pendapatan negara. Zakat harus dikelola oleh
negara dan ditegakkan hukumnya dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
berbagai aspek tentang zakat. (Ali, 2006, hal.
187)
B.
Prosedur
Pendirian Lembaga Zakat
1.
Badan Amil
Zakat (BAZ)
Badan amil zakat adalah
lembaga pengelolaan zakat yang di dirikan oleh pemerintah yang di dirikan atas
usul kementerian agama yang disetujui oleh presiden. Kantor pusat dari lembaga
zakat ini berkedudukan di ibu kota negara. Keanggotaan baznas terdiri atas 11 orang anggota yakni delapan orang
dari unsur masyarakat (ulama, tenaga profesional dan tokoh masyarakat Islam.)
dan tiga orang dari unsur pemerintah (ditunjuk dari kementerian/instansi yang
berkaitan dengan pengelolaan zakat). BAZNAZ dipimpin oleh seorang ketua dan
seorang wakil ketua. Masa kerja BAZNAZ dijabat selama 5 tahun dan dapat dipilih
kembali untuk satu kali masa jabatan program BAZNAZ berupa zakat community
Development, Rumah Sehat Baznas, Rumah Cerdas Anak Bangsa, Rumah Makmur Baznas,
Kaderisasi 1000 ulama, Konter Layanan Mustahik dan Tanggap Darurat Bencana.
Badan amil zakat adalah
organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, yang terdiri dari
unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan
mendayagunakan zakat sesuai ketentuan agama.
a.
Pembentukan
BAZ
Pembentukan BAZ merupakan hak otoritas pemerintah,sehingga hanya
pemerintah yang bisa membentuk BAZ, baik tingkat nasional maupun kecamatan.
Semua tingkatan trsebut memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinati,
konsultatif, dan informatif. Badan Amil Zakat dibentuk sesuai dengan tingkatan
wilayah masing-masing, yaitu:
1)
Nasional
dibentuk oleh presiden atas usul menteri.
2)
Daerah
provinsi dibentuk oleh gubenur atas usul kepala kantor wilayah departmen agama
provinsi.
3)
Daerah
kabupaten atau daerah kota dibentuk oleh bupati atau wali kota atas usul kantor
departemen agama kabupaten atau kota.
4)
Kecamatan
dibentuk oleh camat atas usul kepala urusan agama kecamatan.
b. Pengurus
dan Unsur Organisasi BAZ
Pengurus
BAZ terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan
tertentu. Unsur dari masyrakat ini lebih lanjut dijelaskan dalam keputusan menteri
agama Nomor 38 Tahun 1999, yaitu unsur masyarakat terdiri dari ulama, kaum
cendekia, tokoh masyarakat, dan tenaga profesional (pasal 2 ayat 2). Sedangkan
organisasi BAZ terdiri atas, unsur pelaksana, pertimbangan, dan pengawas,
yaitu:
a) Badan pelaksana terdiri atas seorang ketua umum, beberapa orang ketua, seorang
sekretaris umum, beberapa orang sekretaris, seorang bendahara, divisi
pengumpulan, divisi pendistribusian, divisi pendayagunaan, dan visi
pengembangan.
b) Dewan pertimbangan terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua,
seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-banyaknya 10
(sepuluh) orang anggota.
c. Kewajiban
BAZNAS yaitu:
1)
Segera melakukan kegiatan sesuai
dengan program kerja yang telah dibuat.
2) Menyusun
laporan tahunan, termasuk laporan keuangan.
3) Mempublikasikan laporan keuangan
tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik, selambat-lambatnya 6 bulan
setelah tahun buku terakhir.
4) Menyerahkan laporan kepada Pemerintah dan DPR sesuai t ingkatannya.
5) Merencanakan kegiatan tahunan.
6) Mengutamakan
pendistribusian dan pendayagunaan dari dana zakat dari daerah masing-masing
sesuai tingkatan, kecuali BAZNAS. (Soemitra, 2010)
d, Pembubaran BAZ
Badan amil zakat dapat ditinjau ulang pembentukannya, apabila tidak
melaksanakan kewajiban. Mekanisme peninjauan ulang terhadap BAZ tersebut
melalui tahapan sebagai berikut:
1.
Diberikan peringatan secara tertulis oleh
pemerintah sesuai dengan tingkatannya yang telah membentuk BAZ.
2.
Bila peringatan telah dilakukan sebanyak 3 kali
dan tidak ada perbaikan, maka pembentukan dapat ditinjau ulang dan pemerintah
dapat membentuk kembali BAZ dengan susunan pengurus yang baru. (Soemitra, 2009, hal. 419-421)
2.
Lembaga
Amil Zakat (LAZ)
LAZ adalah lembaga yang dibentuk oleh swasta atau di luar pemerintah. LAZ
adalah intitusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas dasar prakarsa
masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang da’wah, pendidikan,
sosial dan kemaslahatan umat Islam. Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina dan
dilindungi pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya LAZ memberikan laporan
kepada pemerintah sesuai dengan tingktannya. Pengukuhan lembaga amil zakat
dilakukan pemerintah atas usul LAZ yang telah memenuhi persyaratan pengukuhan
dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan penelitian persyaratan.
Syarat-syarat
didirikannya Lembaga Amil Zakat adalah sebagai berikut:
a.
Berbadan
hukum
b.
Memiliki
data muzaki dan mustahik
c.
Memiliki
program kerja
d.
Melampirkan
surat penyataan bersedia diaudit.
(htttps:www.kompasiana.com/fathanul-hakim-risal)
Pengesahan atau pengukuhan LAZ Untuk mendapatkan
pengukuhan, sebelumnya calon LAZ harus mengajukan permohonan kepada pemerintah
sesuai dengan tingkatan ormas Islam yang memilikinya dengan melampirkan
syarat-syarat sebagai berikut:
1)
Akta pendirian (berbadan hukum)
2)
Data muzakki (yang membayar zakat) dan mustahik
(yang berhak menerima zakat).
3)
Daftar susunan pengurus.
4)
Rencana program kerja jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang
C. Mekanisme Pengelolaan
Dana Zakat
Pengelolaan zakat adalah kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan
dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Oleh karena itu, untuk
optimalisasi pendayagunaan zakat oleh lembaga amil zakat yang propesional dan
mampu mengelola zakat secara tepat sasaran
1. Pengumpulan Zakat
Pengumpulan zakat oleh lembaga amil
zakat (LAZ) dan badan amil zakat baik yang sekala nasional yang letaknya di ibu
kota negera (BAZNAS) sampai dengan yang
besekala kedaerahan (BAZDA), harus benar-benar dilaksanakan, sebagai lembaga
atau badan yang sudah memiliki aturan
yang tersendiri menmbuat Lembaga Amil Zakat harus berkeraja dengen oktimal
serta memperhatika etika dalam mengumpulkan zakat, pengumpulan zakat yang
dilakukan oleh lembaga harus didukung oleh beberapa hal seperti mencatat dan
membukukan segala harta zakat.
Didalam undang-undang yang lama
yaitu Undang-Undang nomor 38 tahun 1999 dikemukakan bahwa organisasi yang
mengelola zakat terdiri dari dua zenis, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga
Amil Zakat (LAZ) pada pasal 7, selanjutnya pada bab tentang sanksi (Bab VIII)
dikemukakan pula bahwa setiap pengelola
zakat yang karna kelalaian mencatat dengan tidak benar tentang zakat
infaq,sadakah,wasiat,waris, sebagai mana yang dikemukakan dalam pasal 8,pasal
12, dan pasal 11 undang undang tersebuthukuman kurungan selama-lamanya tiga
bulan dan denda sebayak-banyaknya Rp.30.000.000 (tiga puluh bjuta rupiyah),
sanksi ini tentu dimaksutkan agar BAZ dan LAZ yang ada dinegara kita menjadi
pengelola yang kuat, amanah,dan dipercaya sehingga dengan demikian masyarakat
semikin percaya dengan lembaga amil zakat. http://ijansuryadi.blogspot.co.id/2015/04/lembaga-amil-zakat.html
2.
Penyaluran zakat
Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga
zakat, harus segera disalurkan kepada mustahik sesui dengan sekala proritas
yang telah disusun dalam program kerja. Pemberian zakat kepada pakir miskin,
sekalipun kedua kelompok ini memiliki perbedaan yang sangat siknifikan, akan
tetapi dalam tehnis oprerasional sering dipersamakan, yaitu mereka yang tidak
memiliki penghasil dalam hal ini pemberian zakat bias dua bentuk , apakah zakat
yang sifatnya konsumtif maupun zakat yang diberikan adalah produktif, dengan
demikian akan memberikan dua efek yang berbeda jika jaka jakat yang diberikan
bersifat produktif maka akan memiliki dua kemungkinan, yaitu didak diberikan
zakat berupa kebutuhan makanan pokok karna dengan zakat yang produktif akan
memberika penghasilan tersendiri dan hasilnya mampu bertahan lama.
Dengan demikian satu tugas utama
dari badan amil zakat atau lembaga amil zakat dalam mendistribusikan zakat,
adalah: menyusun sekala prioritas berdasarkan program-program yang disusun
berdasarkan data yang akurat. Karna pada
saat ini lembaga amil zakat sudah bias ditemukan di berbagai tempat maka perlu
adanya spefikasi terhadap lembaga tersebut misalakan adanya lembaga amil yang
husus menangani zakat produktif dan zakat lainya.
Kemudian didalm Undang-undang nomor
23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di Indonesia dalam pasal 26 menjelaskan
bahwa: Pendistribusian zakat, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25
dilakukan berdasarkan skala
prioritas dengan
memperhatikan prinsip pemerataan,
keadilan, dan kewilayahan.
Dengan demikian sakala perioritas
dengan memperhatikan tiga perinsip dalam mendisteribusikan zakat oleh Lembaga
Amil Zakat dan Badan Amil Zakat baik yang bersekala nasional (BAZNAS) maupun
yang bersekala kedaerahan (BAZDA). diantara sekala perisnip perioritas tersebut
adalah:
a. Pemerataan
Jadi zakat yang disalarurkan oleh
Lembaga Amil Zakat/ LAZ atau badan amil zakat BAS harus diperhatikan
pemerataan, pemerataan maskustnya adalah zakat yang disalurkan harus
benar-benar diberikan kepada orang yang
berhak menerimanya seprti yang dijelaskan didalam al-qur’an suarat
At-Taubah:60. Ada tujuh orang yang berhak menerimanya diantaranya adalah sbb:
1)
Fakir dan miskin
2)
Kelompok amil
3)
Kelompok muallaf
4)
Kelompok budak
5)
Kelompok gaharim
(berhutang)
6)
Orang yang dalam jalan
allah (fi’sabilillah)
7)
Ibnu sabil
b.
Keadilan.
Prinsip yang kedua adalah: keadilan
dalam mendisteribusikan zakat kedailam menjadi perioritas yang utama yang harus
diperhatikan oleh lembaga amil zakat (LAZ ) dan badan amil zakat (BAZ) dengen memberikan
zakat kepada mustahik zakat berdasarkan jumlah dan kadar tertentu .
c Kewilayahan
Prinsip yang selanjutnya adalah:
kewilayahan, kewilayaah maksutnya adalah zakat dalam pendisteribusikan harus
berdasarkan wilayah tertentu, artinya
setiap badan amil zakat daerah (BAZDA)
harus nemperioritas kan para mustaik zakat di daerah setempat
.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
zakat merupakan harta kekayaan yang diwajibkan Allah
SWT untuk sejumlah orang yang berhak menerimanya. Maknanya,bahwa zakat memiliki
dua dimensi yaitu dimensi ibadah yang dilaksanakan dengan perantaraan harta
benda dalam rangka mematuhi perintah Allah SWT dan mengharapkan pahala
dari-Nya, dan dimensi sosial yang dilaksanakan atas dasar kemanusiaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Nuruddin. 2006. Zakat Sebagai Instrumen
Dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Al-Jaziri Ali. 1990. Kitab 'Ala Mazahib
Al-Arba'ah, Beirut: Dar Al-Fikri.
Andri Soemitra, M. (2010). Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah. Jakarta: Prenada Media Grup.
Hakim, F. (2015). Apa itu BAZ dan LAZ, Bagaimana
Perilaku Pemerintah Terhadap BAZ dan LAZ. Kompasiana 9 ,
Musyir, A. (2014). Lembaga Pengelolaan Zakat.
Sharia and Law. http://ijansuryadi.blogspot.co.id/2015/04/lembaga-amil-zakat.html
Soemitra, Andri. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah, Jakarta: Kencana.
Yafie Ali. 1994. Menggagas Fiqih Sosial, Bandung: Mizan.
Yanggo Huzaimah T. 2005. Masail
Fiqhiyah, Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar